cerpen


Terimakasih atas semuanya Efi





Malam hening. Hanya desir angin yang sesekali menerpa dedaunan. Belum lagi suara desisan Jangkrik seperti desisan Ular di gurun pasir memecah sepi malam itu. Aku masih sibuk mengencani malam di bawah pohon besar itu. Ya, itu lah kebiasaanku disaat aku lagi memikirkan sesuatu.
Taman  dekat masjid agung ini suasananya masih sepi. Penghuni Taman seperti Pohon, Batu, Lampu Taman, Bangku Taman dan Air Mancur saling terdiam beku. Aku merenungkan diri di bawah pohon besar itu, duduk di sebuah Bangku Taman yang hanya bertemankan sebuah ponsel sambil menenangkan diri dengan memperhatikan aliran Air Mancur.
“Assalamu Alaikum!” sapaan hangat seorang cewek di malam itu.
Aku yang lagi merenung saat itu, tiba-tiba menghadap ke arah suara itu. Kulihat, seorang cewek telah berdiri di belakangku dan menopangkan telapak tangannya di sisi atas bangku.
Aku membalikkan badan.
“Wa..aa.a..laikum Salam!” jawabku gugup ketika melihat penampilannya.
Gimana gak gugup. Penampilannya aja udah kayak seorang pembunuh berantai. Tomboi. Di lehernya terdapat sebuah kalung pelor yang menambah sosok kesadisannya. Penampilannya aja udah kayak pembunuh berantai, gimana nanti kelakuannya?. Batinku.
“Kok lo sendirian aja? Cewek lo ke mana?”
“Gue gak punya cewek.” jawabku asal.
“Lo jangan bohong deh sama gue. Dari ekspresi muka lo, gue tau kalo lo itu lagi memikirkan sesuatu.” katanya sok tau sambil duduk di sampingku.
Cewek ini benar-benar bikin kesel. Selain penampilannya yang super duper tomboi, ia juga sok tau bangat sama orang. Gue dipaksa supaya gue kasih tau masalah gue padanya. Emang dia pikir dia itu siapa. Kalo keinginannya gak dituruti, yang ada gue takut dibunuh sama cewek itu. Mau minta tolong juga bakalan nihil. Orang di Taman itu penghuninya cewek itu sama rekan-rekannya.
“Lo jujur aja deh sama gue, cerita kek ke gue masalah lo! Siapa tau gue bisa bantu.” cewek itu meyakinkanku.
Nih cewek walaupun penampilannya menakutkan bin menyeramkan, tapi kelihatan di saat ia lagi bicara sama aku, dia itu bicaranya tulus dari hati. Cuman nada bicaranya aja yang terlalu tegas. Aku dari tadi duduk sendiri di bawah pohon besar itu, kini sudah berdua bersama cewek preman.
Aduh lega deh rasanya. Ucapku dalam hati usai melihat pengunjung Taman ini udah pada ramai. Setidaknya ada bantuan kalau cewek ini mau ngapa-ngapain aku. Setengah dari pengunjungnya rata-rata anak muda semua, setengahnya lagi ada kalangan dari anak-anak dan orang tua. Bulan tersenyum menyambut kedatangan pengunjung Taman itu dengan membiaskan cahaya miliknya ke Air Mancur yang ada di Taman itu.
“Oh ya! Kenalin gue Efi.” ucap cewek itu mengulurkan tangan.
“Emre.” ucapku saat berjabatan tangan dengannya.
“Emang lo lagi mikirin apa sih?”
“Gue lagi berantem sama cewek gue, sampai akhirnya dia minta putus.”
“Bagaimana bisa?”
“Gini. Kemarin malam dia lihat gue lagi jalan sama cewek lain, dia kira gue seling…”
“Apa? Lo selingkuh? Cowok apaan lo?” ucapnya beranjak dari duduknya kemudian berdiri di depanku sambil mengajungkan tinju ke depan wajah ku.
Waduh, baru gitu aja udah mau main tonjok anak orang. Ucapku dalam hati.
“Sabar dulu kali. Dengarin gue dulu napa. Cewek yang dia lihat itu sebenarnya sepupu gue. Dia orang baru di kota ini, makanya gue ajak jalan-jalan, biar dia terbiasa di kota ini.” aku menjelaskan panjang lebar.
Mendengar itu, amarah Efi kini mereda.
“Oke gue minta maaf! Gue kan terkejut mendengar lo selingkuhin cewek. Gue kan sebagai cewek juga punya hati.” ucapnya menurunkan ajungan tinjunya sambil duduk kembali di sampingku.
“Jadi, intinya dia salah paham sama lo?” Ia melanjutkan keingintahuan nya.
“Good. Makanya jangan suka motongin pembicaraan orang lain.” ucapku menyindir Efi.
“Hehehe. Maaf.”
Saat kami tengah asik berbincang-bincang. Tiba-tiba para preman temannya Efi datang menghampiri kami. Mereka datang untuk mengajak Efi nongkrong di kafe tempat biasa mereka nongkrong. Namun, Efi menolak. Ia memilih malam ini untuk ngobrol denganku. Para preman itu pun tidak memaksa Efi untuk ikut bersama mereka, sampai akhirnya para preman itu pergi dengan menaiki motor hingga hilang di kelokan jalan.
“Terus udah gimana hubungan kalian.”
“Ya gitu deh. Udah putus.”
“Keputusan yang sangat bijak.”
“Maksud lo apaan?” kataku gak mau terima apa yang baru saja kudengar.
“Gini ya, walaupun lo kata gue cewek preman. Ilmu agama gue sangat tinggi men.” ucapnya menyombongkan diri.
“Ingat. Gak boleh sombong!”
“Bukannya sombong. Ini fakta men.”
“Jadi..?” ucapku diiringi keingin tahuanku tentang perkataan Efi yang ia kata gue harus putus sama cewek gue.
“Emang seharusnya lo itu harus putus pacaran. Karna, di agama islam itu berpacaran itu tidak boleh alias di larang. Selagi elo melakukan pacaran, selama itu juga lo itu telah melakukan zina. Lebih baik kita sebagai seorang muslim berpacaran seusai menikah..”
Belum sempat ia menceritakan ceramahnya, aku sudah memotong pembicaraannya.
“Kenapa harus seusai menikah?” tanyaku penasaran.
“Makanya jangan suka motongin pembicaraan orang lain.” ucapnya menyindirku dan mencubit hidungku.
“Iya deh. Lo juga sama.”
“Pacaran seusai menikah adalah suatu kebahagiaan. Bagaimana tidak, karena pacaran seusai menikah dunia seakan merasa milik berdua. Mau berpelukan di tempat umum gak ada yang larang, bermesraan di tengah jalan itu hal yang biasa dan masih banyak lagi. Asalkan jangan melanggar syariat Islam.” ucapnya menceramahiku.
Ya Allah. Berarti aku udah salah anggap sama cewek ini. Ternyata melihat penampilan aja tidak cukup untuk menilai sifat seseorang, bahkan ironinya penampilan justru bisa menipu seseorang. Seperti yang kualami sekarang, karena aku melihat penampilan Efi gak benar atau bisa dibilang lari dari kriteria seorang wanita, aku sudah su-uzon padanya. Bilang inilah, bilang itulah, pake mau ngapa-ngapain aku segala lagi. Ya Allah ampunilah hambamu ini.
Aku aja yang belajar agama Islam di sekolah menengah atas gak pernah berpikir sejauh yang di pikirkan oleh Efi. Aku merasa malu di hadapan Efi. Seketika itu aku pun merenung. Hanyut dalam suasana. Memikirkan hikmah apa yang baru saja aku dapatkan dari kejadian yang baru saja ku alami. Mungkin Efi adalah perantaraan Allah Swt untuk memberitahukanku bahwa berpacaran itu tidak baik pada diri pribadi maupun orang lain.
“He… Bengong aja lo, mikirin apa sih?” suara itu membangunkanku dari lamunanku.
Aku terkejut.
“Gak ada apa-apa.” jawabku asal.
Kami berdua pun saling terdiam bisu.
Dengan mendengar ceritanya Efi. Aku langsung terinspirasi olehnya. Aku pun gak nyia-nyiain waktuku malam ini dengannya. Mulai dari meminta No WA nya, pin BBM nya, serta nama akun Sosmednya pun semuanya kuminta supaya bisa kenal jauh seorang Efi. Ia pun dengan senang hati memberikannya. Rasanya malam ini adalah malam yang paling bersejarah dalam hidupku. Dimana seorang wanita telah memotivasi diriku, mengenal arti kehidupan sesungguhnya hingga wafat. Thank’s to Efi udah menginspirasi hidupku. Ucapku dalam hati.
Nada telepon Efi berbunyi.
“Gue angkat telepon dulu ya.” ucapnya beranjak dari duduknya dan menjauh dariku.
Aku hanya mengangguk.
Beberapa menit kemudian ia pun kembali menghampiriku.
“Ada apa?” tanyaku pada Efi.
“Rekan-rekan gue nelpon.”
“Kayak direktur aja lo.”
“Iya dong. Kan calonnya.” ucapnya bercanda.
“Mereka ngomong apa?” aku mengalihkan pembicaraan.
“Mereka bilang supaya gue datang ke Mushola, buat sholat Isya. Rutinitas kami sebelum pulang. Lagian udah jam 9:48 gini, sudah waktunya buat gue untuk pulang. Gue ke Musholla du ya.” ia pun melangkahkan kakinya.
“Gue ikut dong.” ucapku menghentikan langkahnya.
“Dengan senang hati. Buruan gih, kasian orang itu nunggu!”
Udah bijak, rajin sholat pokoknya aku salut deh sama lo Efi. Para preman itu pun demikian. Aku aja yang belajar ilmu agama jarang melaksanakan sholat, padahal itu suatu kewajiban yang gak boleh ditawar. Empat jempol deh buat kamu Efi sama rekan-rekan kamu. Mungkin banyak juga cewek di dunia ini seperti Efi. Hanya saja aku yang tidak tahu tempatnya. Ini waktu yang paling tepat buat aku untuk minta maaf sama Allah swt karna udah su-uzon sama Efi and The Geng. Ucapku dalam hati beberapa menit kemudian usai sampai depan Masjid.

Komentar

Postingan Populer